Kendari – Kasus dugaan korupsi pengadaan speed boat Azimut Yachts 43 Atlantis 56 kembali bergulir. Setelah sebelumnya menetapkan dua tersangka, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) kembali menetapkan satu tersangka baru pada Senin (10/11/2025), yakni Idris, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek tersebut.
Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Rizal Hadju, S.H., Idris menyampaikan klarifikasi resmi terkait posisinya dalam kegiatan pengadaan kapal yang bersumber dari Anggaran Tahun 2020 Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurut Rizal, kliennya hanya bertugas menjalankan fungsi administratif berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran dan perintah atasan, bukan pihak yang menentukan arah kebijakan atau spesifikasi proyek.
“Klien kami tidak pernah mengambil keputusan terkait spesifikasi, nilai kontrak, penyedia, atau bentuk kerja sama. Semua itu adalah kewenangan Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran. Sebagai PPTK, Idris hanya menjalankan tugas administratif sesuai dokumen yang sudah ditetapkan,” jelas Rizal.
Lebih lanjut, Rizal mengungkapkan bahwa proyek pengadaan kapal tersebut merupakan perintah langsung dari mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi.
“Proyek pengadaan kapal ini adalah perintah mantan kepala daerah saat itu. Setelah anggarannya dirilis, klien kami dipanggil oleh Ali Mazi di rumah jabatan gubernur. Saat tiba di sana, sudah ada Pak Aslaman dan Pak Toto. Dalam pertemuan itu, Ali Mazi menunjuk Toto dan menyampaikan bahwa pengadaan kapal Azimut akan dikerjakan oleh Toto,” beber Rizal.
Setelah menerima instruksi di rumah jabatan, Idris kemudian diminta membantu Toto menyiapkan dokumen pengadaan. Dalam prosesnya, Idris bersama Aslaman (PPK) menemui Toto di Jakarta. Namun, Toto mengaku tidak memiliki perusahaan untuk mengikuti lelang dan meminta dicarikan pihak ketiga.
“Toto meminta dicarikan perusahaan, dan akhirnya ditunjuklah CV Wahana. Direktur CV Wahana, Aini Landia, diketahui memiliki hubungan keluarga dengan Ali Mazi,” terang Rizal.
Menanggapi tuduhan adanya aliran dana Rp780 juta, Rizal membantah bahwa uang tersebut diterima oleh kliennya.
“Dana Rp780 juta itu bukan diterima klien kami. Uang tersebut diberikan oleh Direktur CV Wahana kepada orang kepercayaan Toto, sebagaimana perintah Ali Mazi. Bahkan, penyerahan uang itu disaksikan langsung oleh beberapa orang,” tegasnya.
Kuasa hukum Idris meminta Polda Sultra untuk berlaku adil dalam penanganan kasus ini.
“Kami berharap penyidik bersikap objektif. Jika klien kami ditetapkan sebagai tersangka karena melaksanakan perintah, maka seharusnya pihak yang memberi perintah juga dimintai pertanggungjawaban hukum,” ujar Rizal.
Rizal yang merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo itu juga mengimbau publik agar tidak terburu-buru menyimpulkan kasus ini.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Keterangan ini disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral agar posisi hukum klien kami tidak ditafsirkan keliru,” tutupnya.
Diketahui, Idris berkomitmen untuk bersikap kooperatif dan menghormati seluruh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Polda Sultra. (Red)



















