Diduga Langgar UU 24/2009, AP2 Soroti Penempatan Foto Presiden-Wapres di BNI

0

Kendari – Aliansi Pemuda dan Pelajar Peduli Perubahan (AP2) Sulawesi Tenggara berencana melaporkan Kepala Cabang Bank Negara Indonesia (BNI) Andounuhu ke pihak kepolisian. Pelaporan ini terkait dugaan penghinaan terhadap Kepala Negara Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melalui tata letak foto Presiden dan Wakil Presiden di ruang pimpinan cabang bank tersebut.

Dewan Pembina AP2 Sultra, La Ode Hasanuddin Kansi, menjelaskan bahwa memasang foto Presiden dan Wakil Presiden yang tidak sesuai dengan etika kenegaraan. Dalam pengamatan mereka, posisi foto Wakil Presiden tampak lebih tinggi dibandingkan foto Presiden, bahkan lebih tinggi dari Lambang Negara Garuda Pancasila yang juga terpajang di ruangan tersebut.

Setiap pengunjung akan menilai bahwa Presiden lebih rendah dari Wakil Presiden, padahal secara konstitusi, Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Kami akan membawa hal ini ke polisi sebagai bentuk protes atas menyampaikan simbol kenegaraan,” ujar La Ode Hasanuddin di Kendari, Rabu (5/11/2025).

Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut mencoreng citra Presiden RI yang telah dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, BNI sebagai badan usaha milik negara (BUMN) seharusnya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi tata krama kenegaraan dan menghormati simbol negara.

“BNI adalah perusahaan milik negara. Tidak pantas jika ruang kerja justru menampilkan pemandangan yang menggambarkan seolah-olah wakil presiden lebih tinggi kedudukannya dari presiden. Ini bisa menimbulkan persepsi keliru di mata publik,” tambahnya.

Sampai berita ini diterbitkan, pihak BNI Cabang Andounuhu belum memberikan keterangan resmi atau klarifikasi terkait temuan tersebut.

Terkait tata letak foto Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mengatur secara tegas dalam Pasal 55 ayat (1):

“Dalam hal lambang negara Ditempatkan bersama-sama dengan bendera negara, gambar Presiden dan/atau Wakil Presiden, yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan:
a. lambang negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi dari bendera negara;
b. gambar resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah dari lambang negara.”

Dengan demikian, foto Presiden dan Wakil Presiden harus sejajar satu sama lain dan berada di bawah lambang negara. Penempatan foto dengan posisi tidak sejajar atau lebih tinggi dari lambang negara dianggap melanggar tata krama penggunaan simbol kenegaraan sebagaimana diatur dalam UU tersebut.

Selain aspek tata letak, AP2 Sultra juga menilai tindakan tersebut bisa dipecah menjadi bentuk yang terbuka terhadap Kepala Negara. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru Nomor 1 Tahun 2023, terdapat pasal yang mengatur penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, yakni Pasal 218 dan 219.

Pasal 218 ayat (1) menyebutkan:

“Setiap orang umum yang di muka menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda kategori IV.”

Sedangkan Pasal 219 mengatur pidana terhadap pihak yang menyebarkan atau menyebarkan gambar atau tulisan yang menyerang Presiden/Wakil Presiden.

Namun, sejumlah pakar hukum menilai bahwa penerapan pasal ini harus memenuhi unsur kesengajaan dan serangan terhadap martabat, bukan semata-mata kesalahan teknis atau tata letak foto.

AP2 Sultra meminta agar seluruh lembaga pemerintah maupun BUMN memperhatikan secara serius tata letak simbol dan gambar kenegaraan di ruang publik.

“Kami tidak mencari sensasi. Ini soal etika bernegara. Presiden adalah simbol tertinggi negara, jadi tidak boleh diremehkan, apalagi oleh lembaga milik negara,” tegas La Ode Hasanuddin.

Ia menambahkan, laporan resmi ke kepolisian akan segera disampaikan setelah mengumpulkan bukti foto dan dokumentasi dari lokasi. (Merah)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here